Monday, April 18, 2011

Alun-alun Garut

Garut memiliki alun-alun seperti halnya kota-kota tua di Pulau Jawa. Alun-alun Garut memiliki pola-pola yang sama dengan alun-alun di kota lainnya. Yang dimaksud pola tersebut adalah adanya masjid, penjara, tempat tinggal bupati (pendopo), dan perkantoran. Selain itu ciri umum alun-alun di kota-kota tua adalah sekelilingnya dibatasi oleh jalan (dulu di depan Masjid Agung ada jalan).



Demikian halnya dengan alun-alun Garut. Di selatan alun-alun terdapat pendopo yang saat ini difungsikan menjadi rumah dinas Bupati Garut. Dulu kompleks pendopo bukan saja menjadi rumah tinggal bupati, tetapi juga sekaligus menjadi tempat bupati berkantor. Pendopo sendiri sebenarnya adalah aula tempat bupati melakukan pertemuan-pertemuan dengan para pejabat di bawahnya atau menerima tamu agung.

Di depan pendopo terdapat babancong. Bangunan ini mirip pesanggrahan yang berbentuk panggung. Jaman dulu babancong berfungsi sebagai tempat para pembesar menyaksikan keramaian di alun-alun, atau tempat berpidato. Babancong memiliki kolong yang tingginya kira-kira 2 meter. Sampai sekarang pun, babancong masih digunakan untuk tempat duduk para pejabat jika di alun-alun siselenggarakan berbagai upacara.

Di barat alun-alun terdapat Masjid Agung Garut yang megah. Dulu masjid ini dinamai masigit. Di sebelah barat bangunan masjid terdapat pemakaman para bupati Garut. Di sinilah pembesar-pembesar Garut zaman dahulu dimakamkan. Di antaranya terdapat makam Penghulu Besar LImbangan, R.H. Moehamad Moesa, dan R.A.A. Wirata-nudatar serta istrinya, RAden Ayu Lasminingrat.

Di sebelah utara alun-alun terdapat Kantor Pembantu Gubernur Wilayah Priangan (Bakorwil). Kantor tersebut awalnya adalah Kantor Asisten Residen Belanda untuk Wilayah Priangan. Sementara di sebelah timur alun-alun terdapat penjara yang kini sudah tidak difungsikan sebagai Lembaga Pemasyarakatan (sudah dipindahkan ke jalan Hasan Arif).

 Penjara ini cukup bersejarah. Di situlah beberapa orang pejuang Garut – baik pada jaman Belanda maupun jaman Jepang – dipenjarakan karena menentang pemerintahan kolonial dan memperjuangkan kemerdekaan. Salah seorang yang pernah berkali-kali dijebloskan ke penjara ini adalah K.H. Mustafa Kamil, ulama Garut yang sering membangkang pada kebijakan pemerintah kolonial. Oleh sebab itu, ketika penjara ini hendak dialihfungsikan menjadi komplek pertokoan, banyak orang yang menentangnya. Karena, seharusnya penjara Garut dijadikan situs bersejarah dan dilindungi sebagai cagar budaya.

1= Masjid Agung Garut (Barat)
2= (bekas)Lembaga Permasyarakatan Garut
3= Badan Koordinasi Wilayah Priangan
4= Pendopo & babancong
U= Utara



Dulu, di sebelah utara alun-alun terdapat sebuah monument yang dibangun untuk memperingati jasa orang Belanda yang dianggap besar perhatiannya dalam memajukan masyarakat Garut. Dia adalah Karel Frederik Holle, sahabat karib Moehamad Moesa. Monumen itu dikenal sebagai Monumen Holle. Pada satu sisinya terdapat relief gambar Holle dan beberapa kata yang menerangkan jasa-jasanya.

Sayang monumen itu diruntuhkan pada jaman Jepang. Maklum, Jepang memang sangat anti Belanda. Konon, monumen itu tidak sepenuhnya dihancurkan. Bangunan hanya dirubuhkan, kemudian dikubur di tempatnya berdiri. Wajar jika ada sebagian orang yang penasaran dan kemudian ingin kembali menggali monument itu. Namun niat itu ditentang banyak pihak karena akan membangkitkan luka lama.

Bukan hanya peristiwa itu yang terjadi di alun-alun Garut. Banyak peristiwa besar dari masa ke masa terjadi di alun-alun Garut sejak pembangunannya pada tahun 1813. Kini alun-alun Garut difungsikan menjadi ruang public. Selain digunakan untuk tempat dilakukannya upacara resmi kenegaraan, banyak orang memanfaatkannya sekedar untuk mengaso melepas lelah, atau sebagai tempat berolah raga (umumnya oleh pelajar). 

4 comments:

Albar Shin said...

nice posting brad..

Arry Asgar said...

terima kasih sahabat.
sukses slalu dengan blog anda :D

Anonymous said...

Menggali monumen KF Holle membangkitkan luka lama ? KF Holle punya jasa sangat besar pada pendidikan, sejarah serta kesusasteraan golongan pribumi pada masa hidupnya.

Tampaknya jasa seseorang tidak ada artinya kalau asal muasal orang tersebut bukan dari golongan yang menerima jasa.

Dahulu ada jalan Holle di Garut, sekarang suah berubah jadi Jalan Mandalagiri.

Arry Asgar said...

tidak banyak orang yang tahu siapa itu K.F Holle yang memiliki banyak jasa bagi penduduk pribumi masa lampau
saya pikir seharusnya Jalan Protokol Kabupaten Garut, layak diberi nama tokoh itu.

Post a Comment